Luno

berdiri dan terus melangkah tanpa lelah...

Selasa, 14 Januari 2014

Tenang bersama Hujan

Dear,

hari ini aku akan meninggalkan kota pelajar dan menuju kota Bogor. aku tidak berharap lebih untuk bisa membuat mereka senang atas kedatanganku. ah, aku ini masih suka merepotkan, aku suka "merasa", entah merasa selalu tidak enak hati, meski dengan saudaraku sendiri. yang terpenting aku bisa berkumpul dengan mereka itu sangat bahagia sekali. mumpung aku masih bisa kesana. di kota istimewa ini masih saja hujan.
Dear, hujan selalu membuatku termenung, selalu membuatku tenang...
rintikan hujan yang selalu menjawab kegelisahanku, tentang kegelisahan anak manusia :)



Sumpah dan Cinta Matiku

Selama nafasku berhempus 
Hanya kamu didengarku 
Selama mataku memandang
Hanya kamu cinta matiku

Dengarlah dirinya rintihan hatiku 
Yang terbalut dengan doaku
 Inilah sumpahku dengarlah dunia

Sumpah mati sumpah (sumpah) 
Sumpah mati (sumpah mati)
Sumpah mati aku hanya untukmu

Dengarlah dirinya rintihan hatiku 
Yang terbalut dengan doaku
Inilah sumpahku dengarlah dunia

Cinta kan selalu abadi 
Walau takdir tak pasti 
Kau selalu di hati cinta matiku
Seraya aku berdoa merayakan cinta 
Kau selalu ku jaga

Sumpah mati sumpah (sumpah) 
Sumpah mati (sumpah mati) 
Sumpah mati aku hanya untukmu
Sumpah mati sumpah (sumpah) 
Sumpah mati (sumpah mati) 
Sumpah mati aku hanya untukmu

Cinta kan selalu abadi 
Walau takdir tak pasti 
Kau selalu di hati cinta matiku 
Seraya aku berdoa merayakan cinta 
Kau selalu ku jaga

Sumpah mati sumpah (sumpah) 
Sumpah mati (sumpah mati) 
Sumpah mati aku hanya untukmu
Sumpah mati sumpah (sumpah) 
Sumpah mati (sumpah mati) 
Sumpah mati aku hanya untukmu
Hanya untukmu 
Hanya untukmu

Minggu, 12 Januari 2014

Kau yang menenangkanku



“Andai saja aku punya sayap. ah tidak mungkin aku punya sayap, bisa bernafas saja aku sudah bahagia

            Akhir-akhir ini aku memang sering berandai-andai. Entah mengapa rasanya begitu sangat senang kalau sudah membayangkan tentang apa yang ingin aku miliki, meski sebenarnya aku selalu berkata itu tidak akan terjadi kepadaku. Karena aku tidak ingin berharap lebih. Barangkali ketakutanku sudah menyebar di dalam diriku. Ya, aku dan diriku. takut tejatuh.

            Aku pernah ditanya oleh seorang laki-laki berbadan kurus dan berambut panjang, kira-kira panjangnya sebahu. “apa yang kamu cari di dunia ini, De?” mendengar pertanyaan itu aku diam sejenak. Tanpa berpikir panjang lantas kujawab “aku mencari kebahagiaan”. Kulihat ekspresi wajahnya yang mendadak tersenyum, kemudian mengambil secangkir kopi dan menyeruputnya. Hanya saja yang ada di dalam pikiranku adalah mereka, keluargaku. Mereka bagian dari hidup dan semangatku.

            Aku tak berharap lebih bahwa kebahagiaan yang aku maksud bukan dari semacam materi yang ada di dalam keluargaku atau bentuk rasa kasih sayangnya. Aku hanya menginginkan senyum mereka dan kedekatan mereka terhadap individu lainnya. Bagaimana menjadi orang tua yang baik, menjadi anak yang baik, menjadi saudara yang baik pula. Sehingga kebahagiaan itu bisa muncul dengan sendirinya. Yang aku pikirkan hanya itu, ya... memang hanya itu. semenjak dewasa ini aku hanya merindukan mereka yang dulu, bukan sekarang. 

            “kamu itu sebenarnya sudah bahagia, hanya saja kamu tidak pernah mau tahu apa sebenarnya kebahagiaan yang sudah kamu miliki” begitu jawaban dari bibir seorang laki-laki yang kudengar. “bukankah kamu masih bisa bernafas?. Lalu apa yang kamu pikirkan?. Yang membuatmu senang, sedih itu ya diri kamu sendiri, De” mendengar kalimat ini tiba-tiba air mataku jatuh. Sederhana memang, tapi begitu sangat bermakna dan menyentuh. Namun apakah aku akan berhenti untuk tidak memikirkan hal ini?, sementara persoalan demi persoalan belum kutemukan pangkalnya.

            Aku memilih diam seribu bahasa. Tuhan, Engkau memang terlalu sayang kepadaku. Mengapa aku terlalu dungu dan tinggi hati kepadaMu?.

“De, ini yang dinamakan hidup. Kamu harus bisa menjalani semua ini dengan tabah dan sabar. Kalau bisa tersenyum kenapa tidak? :)