Luno

berdiri dan terus melangkah tanpa lelah...

Minggu, 01 Juni 2014

Good Bye Amandel



Pagi itu hari Selasa, tanggal 21 Mei pukul 07.00 aku dan ibuku memutuskan untuk pergi ke RSUD Blora. Jalan yang kutempuh lumayan jauh. Dan jauh-jauh hari aku mempersiapkan diri untuk memberanikan operasi amandel. Dokter memintaku untuk dioperasi karena memang sudah dirasa mengganggu kenyamananku dalam bernafas. Pertengahan bulan April amandelku terasa sangat parah. Dua minggu sebelumnya  itu pula sebelum disuruh untuk operasi, aku memang selama dua hari sulit bernafas. Mengganggu jam tidur, terlebih tidak bisa makan dan minum, sehingga tubuh menjadi lemas dan kepala ikut sakit.
Lima belas tahun lamanya aku bersahabat dengan amandel, kelas 3 SD aku divonis mempunyai penyakit ini oleh bidan di sebelah kampungku. Sementara aku tidak mengerti apa itu amandel, bentuknya bagaimana, dan penyebabnya apa. Aku hanya merasakan kalau setelah minum es, makan jajan (ciki), gorengan, pedas, pasti tenggorakan selalu sakit. Dan dalam hitungan jam badanku langsung panas, menggigil, kepala ikut pusing. Itu terjadi berkali-kali.
Saudara perempuanku juga dalam riwayatnya sama sepertiku, mempunyai amandel dan dioperasi. Kadang aku berpikir mengapa bisa seperti itu, barangkali karena faktor keturunan. Namun sayang, aku tidak pernah mau dioperasi. Sampai suatu hari aku meminta keluargaku untuk berobat herbal. Pengobatan herbal yang sudah aku lalui tidak semempan yang aku bayangkan. Bulan-bulan berikutnya amandel itu muncul lagi, setelah aku makan semangka kuning. Dan akhirnya kali ini diusiaku yang ke 23 memberanikan diri untuk dioperasi, yah mau bagaimana lagi lawong sudah menyiksa.

Setelah sampai RSUD aku mendaftarkan diri, menunggu dipanggil sampai akhirnya bertemu dengan dokter. Sebelumnya selama dua minggu aku tes darah dan urine di  RS PKU Muhammadiyah Cepu, karena berhubung dokternya sama namun ditugaskan dibeberapa rumah sakit, jadi keputusannya memang harus operasi di RSUD Blora. Dan minggu pertama sebenarnya ingin segera operasi, namun tidak diperbolehkan karena Leukositku berada di atas rata-rata. Dokter hanya takut jika nanti terjadi hal yang tidak diinginkan saat operasi, jadi aku memilih untuk mengikuti alurnya sampai diberi obat dan menormalkan leukosit. Minggu kedua kondisiku sudah normal, dan minggu ketiga operasi segera dimulai.

Setelah kondisiku dicheck lagi, aku kembali ke pendaftaran dan mengambil obat, lalu membeli es cream dan es batu untuk persiapan usai operasi. Setelah itu memilih kamar dan istirahat. Aku melihat ibu tampak lelah, diusia senjanya ibu bersabar menghadapiku. Aku pikir aku sudah banyak merepotkannya. Sore itu ada perawat datang dan segera menginfusku. Ini untuk pertama kalinya aku opname, yah meski operasi kecil tapi bagiku ini sebuah kesan untuk pertama kalinya aku menghadapi ketakutanku sendiri. Melihat jarum suntik, obat yang banyak, dan melihat orang-orang yang tengah kesakitan karena penyakit yang diderita.

Aku seperti dikurung. jam berputar sangat lambat, suasana tampak lengang, dan pergelangan tangan serasa pegal karena infus. Aku memilih keluar kamar dan duduk memandangi sekitar lingkungan rumah sakit. Ibu mengkhawatirkanku karena takut terjadi sesuatu, sambil kubawa apa yang menancap di tanganku, juga botol berisi air bening itu, entah apa namanya. Aku terdiam, “Sakit itu mahal, sehat itu segalanya” batinku sambil melirik orang yang berdiri dibalik jendela samping kamarku. Sampai menjelang malam aku kembali lagi masuk ke dalam kamar dan makan bersama ibu. setelah itu dokter memintaku untuk berpuasa, dari pukul jam 02.00 fajar sampai pasca operasi dilakukan.

Rabu, Tanggal 22, pukul 09.00 pagi aku ganti baju seragam pasien dan kembali ke tempat tidur. Tidak lama lagi perawat datang lalu menyuntik pergelangan tanganku, reaksi selama sepuluh menit tiba-tiba perutku terasa mual dan ingin muntah, wajahku terlihat pucat hingga perawat tersebut panik dan menyuruhku untuk tidur sebentar. Pukul 10.00 kursi roda datang menjemputku, kemudian aku dibawa di ruang operasi. Aku disuruh tidur terbaring, terlihat berbagai peralatan alat bedah membuatku semakin ketakutan. Ada tida orang laki-laki sibuk dengan tugasnya. Yang satu menutup kepalaku dengan kain, yang satu menata peralatan bedah, yang satunya lagi menyuntik pergelangan tanganku hingga terasa aku tidak bisa melihat seisi ruangan. (red_dibius total)

Pukul 12.15 aku ada di atas tempat tidur, kali ini bukan di ruangan operasi melainkan tempat di mana aku dirawat di dalam kamar semalam. Aku mulai tersadar. Aku terbaring dengan posisi miring ke kanan. Di bawah pipiku dipenuhi banyak tissue, sementara ibu mengipasi aku. Lalu kembali lagi yang kurasakan adalah pegal-pegal di leherku. Kupejaman mataku lagi, lalu selang beberapa menit tubuhku menggigil dengan sangat hebat. Aku pikir, aku seperti sedang sakaw atau overdosis. Ibu mengelus kepalaku sambil berkata “Nduk, melek nduk, ndang sadar, sadar” hanya kalimat itu yang aku tangkap. Kedua bola mataku rasanya sangat berat untuk dibuka. Tidak lama kemudian aku merasakan leherku dingin, ternyata leherku disekelilingi benda atom yang panjang, lunak dan berisi es batu.

Kupandangi ibuku dengan mataku yang meleleh karena merasakan sakit di tenggorokan. Aku ingin berbicara namun terasa sulit, bahkan saat aku berusaha memanggil “Ibu” yang terjadi malah batuk dan mengeluarkan lendir bercampur darah. Berkali-kali ibu mengusap bibirku dengan tissue, aku mual lalu batuk lagi sampai mataku terasa panas dan kepalaku seperti dilempar kerikil-kerikil tajam. Lima jam kemudian aku disuruh menikmati es cream, sungguh rasanya sangat aneh. Aku pikir ini bukan es cream, melainkan minum darah. Mungkin karena darah segar dari tenggorokan masih ada. Aku berusaha menelannya dengan hati-hati karena takut batuk.

Aku mencoba menenangkan diri dengan tidak berbicara dan tidak banyak bergerak. Di dalam ruangan ibu dibantu orang lain. Setiap ibu pergi entah ingin makan, shalat, mandi, dan mengambilkan resep obat, ibu tidak lupa pamit dan menitipkan aku. Hehe, sampai pada akhirnya kondisiku membaik dan aku lebih memilih untuk segera pulang. sebelum pulang dokter menemuiku lalu berpesan untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. terlebih es!. Semoga ini untuk yang pertama dan terakhir aku masuk rumah sakit. Amien.. thanks mom atas kesabaran dan perhatianmu selama ini :)