Pagi
itu hari Selasa, tanggal 21 Mei pukul 07.00 aku dan ibuku memutuskan untuk
pergi ke RSUD Blora. Jalan yang kutempuh lumayan jauh. Dan jauh-jauh hari aku
mempersiapkan diri untuk memberanikan operasi amandel. Dokter memintaku untuk
dioperasi karena memang sudah dirasa mengganggu kenyamananku dalam bernafas. Pertengahan
bulan April amandelku terasa sangat parah. Dua minggu sebelumnya itu pula sebelum disuruh untuk operasi, aku
memang selama dua hari sulit bernafas. Mengganggu jam tidur, terlebih tidak
bisa makan dan minum, sehingga tubuh menjadi lemas dan kepala ikut sakit.
Lima
belas tahun lamanya aku bersahabat dengan amandel, kelas 3 SD aku divonis
mempunyai penyakit ini oleh bidan di sebelah kampungku. Sementara aku tidak
mengerti apa itu amandel, bentuknya bagaimana, dan penyebabnya apa. Aku hanya
merasakan kalau setelah minum es, makan jajan (ciki), gorengan, pedas, pasti
tenggorakan selalu sakit. Dan dalam hitungan jam badanku langsung panas,
menggigil, kepala ikut pusing. Itu terjadi berkali-kali.
Saudara
perempuanku juga dalam riwayatnya sama sepertiku, mempunyai amandel dan
dioperasi. Kadang aku berpikir mengapa bisa seperti itu, barangkali karena
faktor keturunan. Namun sayang, aku tidak pernah mau dioperasi. Sampai suatu
hari aku meminta keluargaku untuk berobat herbal. Pengobatan herbal yang sudah
aku lalui tidak semempan yang aku bayangkan. Bulan-bulan berikutnya amandel itu
muncul lagi, setelah aku makan semangka kuning. Dan akhirnya kali ini diusiaku
yang ke 23 memberanikan diri untuk dioperasi, yah mau bagaimana lagi lawong sudah
menyiksa.
Setelah
sampai RSUD aku mendaftarkan diri, menunggu dipanggil sampai akhirnya bertemu
dengan dokter. Sebelumnya selama dua minggu aku tes darah dan urine di RS PKU Muhammadiyah Cepu, karena berhubung
dokternya sama namun ditugaskan dibeberapa rumah sakit, jadi keputusannya
memang harus operasi di RSUD Blora. Dan minggu pertama sebenarnya ingin segera
operasi, namun tidak diperbolehkan karena Leukositku berada di atas rata-rata. Dokter
hanya takut jika nanti terjadi hal yang tidak diinginkan saat operasi, jadi aku
memilih untuk mengikuti alurnya sampai diberi obat dan menormalkan leukosit.
Minggu kedua kondisiku sudah normal, dan minggu ketiga operasi segera dimulai.
Setelah
kondisiku dicheck lagi, aku kembali ke pendaftaran dan mengambil obat, lalu
membeli es cream dan es batu untuk persiapan usai operasi. Setelah itu memilih
kamar dan istirahat. Aku melihat ibu tampak lelah, diusia senjanya ibu bersabar
menghadapiku. Aku pikir aku sudah banyak merepotkannya. Sore itu ada perawat
datang dan segera menginfusku. Ini untuk pertama kalinya aku opname, yah meski
operasi kecil tapi bagiku ini sebuah kesan untuk pertama kalinya aku menghadapi
ketakutanku sendiri. Melihat jarum suntik, obat yang banyak, dan melihat
orang-orang yang tengah kesakitan karena penyakit yang diderita.
Aku
seperti dikurung. jam berputar sangat lambat, suasana tampak lengang, dan
pergelangan tangan serasa pegal karena infus. Aku memilih keluar kamar dan
duduk memandangi sekitar lingkungan rumah sakit. Ibu mengkhawatirkanku karena
takut terjadi sesuatu, sambil kubawa apa yang menancap di tanganku, juga botol
berisi air bening itu, entah apa namanya. Aku terdiam, “Sakit itu mahal, sehat
itu segalanya” batinku sambil melirik orang yang berdiri dibalik jendela
samping kamarku. Sampai menjelang malam aku kembali lagi masuk ke dalam kamar
dan makan bersama ibu. setelah itu dokter memintaku untuk berpuasa, dari pukul
jam 02.00 fajar sampai pasca operasi dilakukan.
Rabu,
Tanggal 22, pukul 09.00 pagi aku ganti baju seragam pasien dan kembali ke
tempat tidur. Tidak lama lagi perawat datang lalu menyuntik pergelangan
tanganku, reaksi selama sepuluh menit tiba-tiba perutku terasa mual dan ingin
muntah, wajahku terlihat pucat hingga perawat tersebut panik dan menyuruhku
untuk tidur sebentar. Pukul 10.00 kursi roda datang menjemputku, kemudian aku
dibawa di ruang operasi. Aku disuruh tidur terbaring, terlihat berbagai
peralatan alat bedah membuatku semakin ketakutan. Ada tida orang laki-laki
sibuk dengan tugasnya. Yang satu menutup kepalaku dengan kain, yang satu menata
peralatan bedah, yang satunya lagi menyuntik pergelangan tanganku hingga terasa
aku tidak bisa melihat seisi ruangan. (red_dibius total)
Pukul
12.15 aku ada di atas tempat tidur, kali ini bukan di ruangan operasi melainkan
tempat di mana aku dirawat di dalam kamar semalam. Aku mulai tersadar. Aku
terbaring dengan posisi miring ke kanan. Di bawah pipiku dipenuhi banyak
tissue, sementara ibu mengipasi aku. Lalu kembali lagi yang kurasakan adalah
pegal-pegal di leherku. Kupejaman mataku lagi, lalu selang beberapa menit
tubuhku menggigil dengan sangat hebat. Aku pikir, aku seperti sedang sakaw atau
overdosis. Ibu mengelus kepalaku sambil berkata “Nduk, melek nduk, ndang sadar,
sadar” hanya kalimat itu yang aku tangkap. Kedua bola mataku rasanya sangat
berat untuk dibuka. Tidak lama kemudian aku merasakan leherku dingin, ternyata leherku
disekelilingi benda atom yang panjang, lunak dan berisi es batu.
Kupandangi
ibuku dengan mataku yang meleleh karena merasakan sakit di tenggorokan. Aku
ingin berbicara namun terasa sulit, bahkan saat aku berusaha memanggil “Ibu”
yang terjadi malah batuk dan mengeluarkan lendir bercampur darah. Berkali-kali
ibu mengusap bibirku dengan tissue, aku mual lalu batuk lagi sampai mataku
terasa panas dan kepalaku seperti dilempar kerikil-kerikil tajam. Lima jam
kemudian aku disuruh menikmati es cream, sungguh rasanya sangat aneh. Aku pikir
ini bukan es cream, melainkan minum darah. Mungkin karena darah segar dari
tenggorokan masih ada. Aku berusaha menelannya dengan hati-hati karena takut batuk.
Aku
mencoba menenangkan diri dengan tidak berbicara dan tidak banyak bergerak. Di
dalam ruangan ibu dibantu orang lain. Setiap ibu pergi entah ingin makan,
shalat, mandi, dan mengambilkan resep obat, ibu tidak lupa pamit dan menitipkan
aku. Hehe, sampai pada akhirnya kondisiku membaik dan aku lebih memilih untuk
segera pulang. sebelum pulang dokter menemuiku lalu berpesan untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi makanan. terlebih es!. Semoga ini untuk yang pertama dan terakhir aku masuk rumah sakit. Amien.. thanks mom
atas kesabaran dan perhatianmu selama ini :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar