Sudah tidak dihiraukan
lagi. Perkembangan yang begitu sangat pekat di era zaman sekarang ini membuat
manusia untuk selalu up date tentang kecanggihan dibidang
teknologi, terutama dalam hal internet. Internet merupakan tutor yang sangat
handal dalam memberikan dampak positif dan negatif. Manusia dengan cepat bisa
mendapatkan informasi juga menjadikan
sebuah media edukasi yang memberikan ilmu pengetahuan tanpa batas. Yang sangat
disayangkan, internet ini mudah ditemukan dari berbagai kalangan, terutama
mahasiswa. Hanya saja terkadang mahasiswa memanfaatkan dengan cara yang tidak
layak. Jika dinilai negatif, internet dapat mempengaruhi pola pikir dan
berkecenderungan untuk memilih mencari data di internet dari pada membuka buku.
Padahal secara akademisi, mahasiswa dituntut untuk
menjadi lebih produktif dalam mengembangkan ilmu pengetahuannya dengan cara
membudayakan membaca. Mahasiswa sekarang lebih dininabobokkan dengan alat-alat
teknologi canggih, sehingga rasa malas itu sering menguasai dan lebih mengambil
strategi lain untuk menyelesaikan apa yang tengah ia kerjakan. Contoh kecil
saja dalam mengerjakan tugas, mahasiswa lebih condong memanfaatkan Google
sebagai jalan pintas untuk menyelesaikan tugasnya itu. Jika dibiarkan maka yang
terjadi adalah kerugian besar sepanjang hidupnya dalam mengenyam bangku kuliah,
Di antaranya sikap kritis mahasiswa akan semakin memudar dan terkikis dengan
perlahan, memberikan dampak kerugian pada diri sendiri akibat kurangnya membaca
dan akan selalu “manut” dalam sistem yang sudah diberikan.
Dalam perjalanan pembelajaran mahasiswa sekarang lebih
cenderung memilih cepat-instan dan akurat karena pengaruh arus modernisasi
dikalangan mahasiswa. Mahasiswa seolah lebih mengedepankan gaya hidup yang
modern. Jika dibandingkan dengan zaman terdahulu mahasiswa sekarang mudah
ditaklukan dengan teknologi serba canggih. Perkembangan yang semakin berjalan
membantu untuk melumpuhkan kinerja otak dalam berpikir. Ini menjadikan mahasiswa
menjadi apatis dan membodohi diri sendiri. Hal seperti inilah yang memicu
mahasiswa lebih memilih menggunakan google sebagai penyelamat ketimbang memilih
belajar di perpustakaan. Itu pun memilih belajar ke perpustakaan hanya mencari
data dalam membuat skripsi dan mengerjakan tugas.
Membudayakan
membaca
Pepatah pernah mengatakan buku adalah jendela di dunia.
Mengapa demikian?. Karena buku merupakan sebuah ilmu pengetahuan yang mengupas
secara mendalam. Jika kita bandingkan dengan media massa lain khususnya seperti
televisi dan internet. Buku dapat
memberikan celah dan penjelasan secara terperinci atau detail, Juga bisa
menjadikan bahan refleksi. Mengingat dalam segi informasi dan ilmu pengetahuan
media massa seperti televisi dan internet hanya dapat memberikan penjelasan
sekilas, atau terbentuk dari opini-opini saja. Tanpa memberikan penjelasan
secara luas.
Menurut Syarifudin Yunus penulis buku jurnalistik;
berpikir adalah pekerjaan berat, tetapi menjadi usaha yang bernilai. Kebanyakan
kita lebih senang bertindak dan berbuat dari pada berpikir. Sekalipun berpikir
menjadi pekerjaan yang berat, tetapi yakinlah suatu saat nanti akan menjadi
usaha yang bernilai. Berilah ruang bagi pikiran untuk menjadi landasan dari
setiap tindakan yang kita lakukan.
Seperti apa yang dikatakan oleh seorang filsuf perancis
pada tahun 1619; Rene Descartes; “cogito ergo sum” (aku berpikir maka aku ada). Para
pemikir-pemikir pada saat itu mengembangkan ide sebagaimana dalam melakukan
suatu hal yang dianggapnya memicu untuk lebih mengeksplor ide-ide mereka.
Bahkan tidak berhenti pada saat itu, Kini konsepsi seperti itu mengembang ke
arah akademisi, tak terkecuali mahasiswa. Tentu mereka para mahasiswa dituntut
untuk mengembangkan pemikiran-pemikiran demi memajukan kecerdasan bangsa, agar
mahasiswa mempunyai peradaban yang lebih baik dan maju, tidak menghandalkan
teknologi canggih yang bersifat kepuasan sementara.
Mahasiswa merupakan kekuatan avan garda yang mampu
memberikan pencerahan bagi ranah sosial. satu tindakan yang dapat merubah pola
pikir mahasiswa menuju responsibility sebagai mahasiswa adalah menumbuhkan
sikap kesadaran diri, agar plagiatisme tidak menjadi sasaran utama bagi
mahasiswa. Harapan mahasiswa sebagai agen perubahan dapat menjadi mahasiswa
yang produktif, humanis, dan Progesif, Supaya dapat merubah keadaan yang lebih
baik bagi bangsa dan negara.