Luno

berdiri dan terus melangkah tanpa lelah...

Jumat, 10 Mei 2013

Usaha Kerupuk yang Tak Lekang oleh Waktu


Siang itu, kesibukan tampak terlihat di rumah berdinding bambu dan berlantai tanah milik Sakiyem, 75 tahun, Selasa (5/2). Bersama suaminya, Wagimin (85), Sakiyem hilir mudik keluar masuk rumah mengangkut kerupuk yang berwarna merah dan putih dengan tumbu (bakul yang terbuat dari bambu) ke dalam rumah.
Wagimin mengumpulkan kerupuk yang sudah mulai mengering, yang terhampar di terpal plastik, sementara Sakiyem mengangkat kerupuk ke dalam rumah. Dan kadang sebaliknya. Mereka bergantian menjalankan tugas siang itu. Mereka berdua tak berhenti sejenak pun, karena awan tebal sudah menggantung pertanda hujan akan segera turun.
Sebulan terakhir, menurut Sakiyem, di atas pukul satu siang hari kawasan Desa Tanjung, Kecamatan Kedungtuban, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, selalu turun hujan. Sehingga pengeringan kerupuknya mengalami sedikit kendala.
“Nek sak bendinane udan terus, yo kerupuk susah kering (Kalau tiap hari hujan, ya kerupuk susah kering),” kata perempuan asli daerah setempat, Selasa (5/2).
Rumah Sakiyem tak luas, hanya sekitar 7x9 meter. Namun, meski tak luas, menurut Sakiyem, rumah yang hanya ditempati berdua bersama suaminya ini cukup lega. Rumah disekat menjadi satu ruang tidur, satu ruang penyimpanan barang, dapur untuk menggoreng kerupuk, dan ruang tamu yang sekaligus digunakan untuk membuat kerupuk. Sakiyem dan Wagimin tak memiliki anak. Mereka juga tak mencoba mengadopsi anak saudara seperti keluarga kebanyakan. Sakiyem punya alasan mengapa tak mengadopsi anak, pasalnya ia tak ingin memisahkan anak dari ibu dan keluarganya. Jadilah ia tetap memutuskan hidup bedua saja dengan suaminya sejak pernikahannya pada 1955.
Sakiyem dan Wagimin bukan sosok yang mudah menyerah.Meski dilahirkan bukan sebagai orang mampu secara ekonomi, keduanya tak menyesali hidup apalagi menyalahkan orang tua. Sakiyem dan Wagimin muda adalah anak seorang buruh tani. Namun, pertanian masing-masing keluarganya tak membuat kehidupan keluarga membaik. Setelah menikah, mereka memutuskan membuat usaha sendiri, mengolah tepung ketela menjadi kerupuk tayamum atau warga di daerah setempat menyebut kerupuk upil. Disebut kerupuk tayamum atau kerupuk upil karena pengolahannya digoreng dengan pasir.
Saat itu, kata Sakiyem, jumlah pasokan ketela lumayan banyak, karena pekarangan maupun kebun milik warga kebanyakan ditanami singkong. Dan ketela hanya dimasak dengan cara sederhana yakni direbus atau dibakar. Wagimin lah yang bertugas mencari ketela di rumah-rumah warga. Dengan sepeda ontel (sepeda kayuh), sepulang dari pasar Wagimin akan menyisir rumah-rumah warga. Dalam sehari, dia bersama istrinya bisa mengolah dua karung ketela, dan terus bertambah menjadi lima sampai sepuluh karung.
Tetangga mereka sebagian besar juga memiliki usaha yang sama. Namun, usaha kerupuk yang masih bertahan hingga kini hanyalah milik Sakiyem-Wagimin.
“Podo bangkrut. Untunge ambek modal ora sebanding (Pada bangkrut. Antara untung sama modalnya tak sebanding),” ujar Sakiyem yang memulai usaha di usia 20 tahun. Mengolah kerupuk tayamum tak sederhana. Karena ketela mesti ditumbuk dan disaring untuk diambil sari patinya. Setelah itu Sakiyem beserta Wagimin membumbui sari ketela dengan adonan bawang putih, ketumbar, dan garam. Setelah dibumbui dan diaduk rata sampai kenyal (dalam bahasa Jawa diuleni), sari ketela dibentuk bulatan panjang sebesar lengan tangan orang dewasa, lalu dimasak. Setelah matang, tepung berbentuk bulatan panjang didinginkan, diiris tipis dan dikeringkan. Setelah kering kerupuk siap digoreng dan dibungkus dalam plastik berukuran seperempat. Pada tahun 90-an, kerupuk dalam kemasan plastic seperempat dijual Rp25. Namun, kini Sakiyem tak lagi menjual kerupuk dengan kemasan kecil. Melainkan mengemasinya dengan ukuran plastic ukuran setengah kilogram dengan harga Rp5.000 per bungkus.
Usahanya hingga kini berjalan lancar. Bahkan dari hasil jerih payahnya, ia dan suaminya bisa menabung. Sisa uang yang ia tabungkan ia putar untuk modal membeli bahan ketela seharga
Rp 500 ribu. Setiap hari pasaran, Sakiyem dan suami bisa mendapat untung Rp 50.000- Rp75.000. (Hari pasaran dihitung berdasarkan penghitungan Jawa (pon, kliwon-Pasar Wado, Legi, Wage-Pasar Kedugtuban).
Berjuang Usia Renta Mata Sakiyem, 75 tahun, cekung. Tulang pipinya terlihat menonjol dan rambut di kepalanya telah memutih. Begitu juga Wagimin (85) suaminya. Kantung matanya terlihat menggelembung dan tubuhnya terlihat ringkih. Kini keduanya terlihat renta.
Namun, kondisi tubuh keduanya tak menyurutkan semangat pasangan suami istri yang memiliki usaha pengolahan kerupuk upil atau kerupuk tayamum-kerupuk yang familiar di kawasan kecamatan Kedungtuban, Blora, Jawa Tengah ini, Setiap pasaran (Pasar Wado-ada setiap penanggalan Jawa:pon dan kliwon, Pasar Kedungtuban –ada setiap Wage dan Legi), Wagimin dan Sakiyem menyusuri jalan, mengayuh sepeda ontel sejauh 3-5 kilometer. Mereka berboncengan. Karena Sakiyem tidak bisa mengayuh sepeda. Pada boncengan Wagimin tak hanya membawa Sakiyem, tapi juga kerupuk yang ia bungkus dalam sebuah plastik besar yang ia tali di boncengan bagian kanan, samping Sakiyem duduk. Mereka berangkat setelah azan subuh berkumandang dan pulang sekitar pukul 10.00 WIB.
Mereka selalu terlihat berdua saat berangkatnya juga pulang dari pasar. Berjualan kerupuk di pasar dengan mengayuh sepedah mereka lakukan sejak tahun 1958. Pada 2011, karena tubuh Wagimin yang sudah mulai ringkih dan tak mampu membonceng Sakiyem dan membawa seplastik besar kerupuk, mereka membeli sepeda motor. Kini, Wagimin tak lagi mampu mengayuh sepedah, juga menemani istrinya berjualan di pasar. Setiap hari, Sakiyem diantar tetangga ke pasar menggunakan sepeda motor yang mereka beli.
Kini, Sakiyemlah yang menjadi tulang punggung keluarga. Di usianya yang telah renta, ia mesti berjuang seorang diri mencari nafkah untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Menembus dingin di pagi hari dan duduk di antara kerumunan orang di pasar menjajakan dagangan. Wagimin, yang sering sakit-sakitan tak lagi sekuat beberapa tahun lalu. Ia hanya bisa membantu mengolah kerupuk di rumah.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar