Luno

berdiri dan terus melangkah tanpa lelah...

Selasa, 18 November 2014

Ketika Aku Bangkit




          Di bulan November, Sore masih saja gerimis. sementara aku memilih sibuk dengan tulisan-tulisan yang kadang membuatku pusing sendiri. Akhir-akhir ini memang lebih sering memasang target untuk bisa kulakukan kedepannya. Mengingat bertambahnya umur, juga harapan-harapan keluarga yang sangat aku sayangi. Semangat itu muncul dengan sendirinya, pun tiba-tiba juga menghilang dengan sendirinya. Untuk bisa mempertahankan kata “Konsisten” ternyata tidak begitu mudah, selalu saja ada godaan dan pengaruh-pengaruh di luar lingkungan.

            Tapi bagaimanapun, tanggung jawab kepada diri sendiri lebih diutamakan. Hari ini boleh saja sibuk dengan mata pelajaran di bangku kuliah, tugas, dan skripsi yang melambai-lambai. Namun bagaimana caranya mengatur waktu untuk bisa mencapai sebuah keinginan. Dan setelah itu?.... masih ada banyak hal lagi yang menunggu. Tiga kata yang selalu menjadi pedoman dalam hidupku sendiri: “Hidup adalah Pilihan” apapun yang terjadi, wajib menikmati dan mensyukurinya. Itu jelas!.

            Pilihan memang mendewasakanku, konsekuensi tidak pernah terlepas di dalamnya. Keputusan ada di tangan. Ya, di tangan diri sendiri. Bahkan kita hanya membutuhkan pendapat orang di sekililing kita. Modal dalam hidup satu-satunya hanya keberanian. Untuk bisa melakukan sesuatu, keberanian akan memulainya. Berbaur dengan orang-orang yang dikenal maupun tidak. Ada tanggung jawab untuk menghadapi persoalan dan menyelesaikannya.

            Aku tidak pernah menginginkan menjadi perempuan yang cengeng dan manja kepada siapapun orang, bahkan aku ingin menjadi mereka... perempuan yang berbeda. Kepada ibu yang merelakan tetesan keringatnya demi mendapatkan sesuap nasi untuk anak-anaknya, kepada kakak yang tegar dan bertanggung jawab. Mereka perempuan pekerja keras yang tidak mengenal panas dan dinginnya cuaca. membantu sanak saudara untuk mendapatkan pendidikan, juga mengajarkan nilai-nilai kehidupan. “Hey, jangan sampai kamu punya cita-cita untuk menjadi orang kaya, segala sesuatu diukur dengan materi” begitu pesannya suatu hari.

            Pernah mengalami kegagalan?, itu hal yang biasa. Tapi bagaimana kita bisa bangkit dan meraih suatu keinginan. berusaha tidak takut untuk mencobanya berkali-kali, terutama Kepada hal-hal yang baru. Ini proses, dan aku akan memulainya sampai titik darah penghabisan.

            “Kalau kamu ada banyak kemauan dan banyak membaca, kamu akan dicari orang. Kamu akan dicari pekerjaan. Bukan kamu yang mencari pekerjaan.” Masih saja aku ingat-ingat pesan ini. Aku mencoba untuk mempraktekannya. sekali, dua kali, tiba-tiba pekerjaan itu datang. dalam hidup memang seringkali tidak membutuhkan persiapan. Aku gugup, aku senang, namun aku harus bisa mengendalikan perasaanku. Di sisi lain tetap harus belajar menjadi orang yang rendah hati dan tidak mudah bosan. Hidup untuk terus belajar. Belajar... belajar... belajar sampai benar-benar bisa dan mempertahankannya.

            “Memberi itu tidak menjadikan kita miskin kok” lagi-lagi pesan itu membuatku lebih hidup. Aku terus mengagumi orang-orang yang sangat aku cintai. Aku termotivasi dengan mereka. Semenjak akhir-akhir ini buku dan sosmed dibanjiri banyak motivator, bagiku motivator yang paling keren dalam kehidupanku adalah keluarga dan diriku sendiri. Allah Pemilik Segalanya, juga Firmannya yang menjadikanku untuk terus berdiri. Alhamdulillah, Engkau masih memberikanku kesempatan untuk terus hidup sampai saat ini.

                        “Aku hidup, lalu bangkit untuk belajar memahami kehidupan”

Senin, 06 Oktober 2014

Tentang Hati



Aku tidak menginginkan ini terjadi, namun hati selalu tahu di mana ia mulai berlabuh, berhenti, dan menempatkannya di tempat yang tepat

          Paulo Coelho dalam novelnya yang berjudul By The River Piedra I Sat Down and Wept menceritakan tentang seorang gadis yang tengah bergejolak dengan perasaannya sendiri. Bayangan masa lalu bersama seorang laki-laki yang dicintainya selalu datang menghampiri, bertahun-tahun keduanya tidak pernah bertemu, hingga suatu hari mereka dipertemukan disebuah acara. Dan ada apa yang terjadi dengan mereka?. Tentu ada beberapa hal yang menurutku sangat menarik dicerita itu. namun bagaimanapun aku beranggapan benar yang ditulis Paulo bahwa; Cinta adalah perangkap. Ketika ia muncul, kita hanya melihat cahayanya, bukan sisi gelapnya.

            Karya Mustafa Lutfi Al Manfaluthi tidak kalah menarik, dalam novelnya yang berjudul Sang Penyair membuatku tersenyum sendiri ketika membacanya. Seorang laki-laki yang mencintai gadis cantik secara diam-diam. Bahkan ia menaruhkan nyawanya dan berada di dalam kepura-puraan. “bila cinta hanya diukur dan dilihat dari segi fisik, dari segi materi, maka betapa banyak korban-korban cinta. Betapa bumi akan dipenuhi dengan air mata kesedihan dan penyesalan. Betapa banyak pena yang diperlukan untuk menulis ratapan sedih maupun kutukan. Dan betapa banyak jiwa-jiwa yang merana,” begitulah kalimat-kalimat yang dikatakan Mustafa di dalam sinopsisnya.

            Kali ini entah aku sebagai manusia dengan berjenis perempuan terkadang enggan menulis tentang isi perasaanku sendiri, terlebih masuk dalam persoalan cinta. Bagiku cinta tidak pernah salah. Ada kombinasi antara perasaan dengan lawan jenis yang menurutku memang sulit diartikan. Bahkan acap kali keraguan selalu datang tak terduga.

            Hidup selalu penuh dengan kejutan. Ada beberapa orang yang beranggapan ketika sudah memasuki ranah sekeliling laki-laki dan perempuan, maka orang akan berucap bahwa dalam seketika kata cinta itu akan keluar dengan sendirinya. “itu siapa?, kekasihmu kah?.” Ini contoh kecilnya saja.

            “Aku pernah jatuh cinta, aku berhasil menyimpannya dengan baik. Namun aku gagal mempertahankannya” lebih tepatnya seperti itu. ada saatnya manusia mampu berpikir jenih, atau justru sebaliknya. Tingkatan emosi yang terkadang meledak-ledak, atau justru sebaliknya lagi. Dari semua kegagalan itu, sebagai manusia hanya bisa mempelajari semua yang bisa dipelajari, selebihnya menghadapi.

            Di dunia ini yang paling indah adalah menyimpan. Sebab dengan menyimpannya, orang tidak akan tahu sampai benar-benar menemukannya. Dengan menyimpan, kita bisa lebih sering berdoa dengan harapan-harapan yang baik kepada Dia Yang Maha Indah. Kepada jarak dan kepada waktu kita akan mendapatkan jawaban. Apapun jawabannya, yang terpahit akan dirasakan manis jika mengikhlaskannya, dan yang termanis akan dirasakan manis jika selalu mensyukurinya. Namun, bagaimana jika yang termanis berubah menjadi pahit?. Jawabannya masih ada sabar dan tenang.

            Meninggalkan orang yang kita sayangi bukan perkara mudah, dan mencintai orang yang kita cintai bukan suatu perkara. Namun bagaimana jika orang yang kita cintai dengan terpaksa kita tinggalkan dengan tiba-tiba?. Ada di mana seorang perempuan sepertiku tidak melulu menggunakan perasaannya, namun bagaimana menggunakan logika. Memilih untuk pergi sejauh mungkin tanpa mempedulikan perasaannya, karena akan lebih baik mengalah ketimbang mempertahankannya dengan penuh keragu-raguan, mencoba untuk diam ketika dirasa tidak penting, dan mendoakannya dengan kebaikan-kebaikan.

            Penasaran yang paling terindah di dalam hidup ini adalah ketika mampu memikirkan kapan kematian akan datang, seberapa rezeki kedepannya yang akan di dapat, di manakah kita akan bertemu dengan jodoh kita, dan takdir. Di saat itulah sebagai manusia hanya mampu berikhtiar, berusaha dan berdo’a. 

            Kesendirian memang tidak pernah terlepas dari kesepian. Manusia diciptakan untuk kembali diposisi yang sepi lagi sunyi. Selanjutnya masih ada kehidupannya lain yang akan menunggu. Ketika sudah melewati fase dewasa, manusia akan menyisihkan segala sesuatu yang bersikap kekanak-kanakan. Hingga suatu hari saat umur semakin bertambah, kulit semakin berkeriput, penglihatan mata semakin buyar, maka saat itulah dikemudian hari akan kembali menjadi anak-anak.

            Tentang hati, kita tidak bisa menebak dengan seenaknya. Tentang sebuah harapan, kita hanya bisa berharap kepadaNya, dengan cinta biarkan hanya aku dan Tuhan yang tahu. Lalu biarkan aku menyimpannya dan mengatakannya "iya" di waktu yang tepat.
           
Djogja, 7 Oktober 2014

Kamis, 11 September 2014

Lea



(Bagian 1: Hai)
“Hai...”
Sebenarnya tiga huruf ini yang akan aku kirimkan kepadamu melalui pesan lewat handphone bututku. Lagi-lagi ku urungkan niatku. Sesekali aku berharap semoga kau mendengarkan bisikanku dalam sebuah do’a. Aku memaklumi saat itu dirimu memang jauh dariku dikarenakan jarak. Dalam jarak itupun aku tak banyak berharap. apa indahnya setelah aku mengirim satu kata “Hai..” kepadamu?.

Ada yang mencintaiku tanpa alasan” ujar seorang perempuan yang tengah duduk di sampingku. Aku memilih untuk diam. Sudah tiga jam aku duduk bersamanya di sebuah taman yang tidak begitu ramai. Di sekitar yang nampak hanya beberapa orang lewat, kupu-kupu yang beterbangan, dan bunga mawar yang menghiasi sudut taman. Aku terbangun, sadar, Ternyata aku bermimpi.

Namanya Lea, dia seorang perempuan yang tegar. Aku berteman sudah empat tahun lamanya. Dalam kesehariannya ia suka membaca dan menulis. Aku pernah bertanya mengapa ia suka membaca, namun ia menjawabnya begini “karena aku bodoh.” Aku tersenyum mendengarnya. Lalu suatu hari aku bertanya dengan pertanyaan yang lain. mengapa ia suka menulis, dan lagi-lagi ia menjawabnya “karena aku bodoh.” Aku tidak ingin bertanya mengapa ia menjawabnya seperti itu, sebab jika aku banyak bertanya, ia akan pergi meninggalkanku seketika tanpa pamit.

Namaku Fahdi, aku seorang laki-laki yang tidak begitu suka dengan manis. Terutama manis dalam berkata-kata seperti Lea, Akan tetapi aku menyukai tulisannya sejak pertama kali duduk di bangku sekolah menengah atas lanjut smpai di perguruan tinggi. Setelah itu Lea menghilang tanpa kabar, dan yang tersisa hanya tulisan-tulisannya yang sering muncul di media massa. Puisi. Itu sebabnya mengapa disaat aku mulai menyukai manis, Lea tiba-tiba menghilang seperti ditelan bumi.

Aku sudah bersusah payah mencari keberadaannya, Namun hasilnya nihil. Seseorang pernah memberitahuku bahwa Lea kini sudah tidak lagi menginjakkan kakinya di kampus. Ada yang bilang putus kuliah, ada yang bilang sekarang bekerja di sebuah perusahaan, ada yang bilang pergi ke luar negeri. Aku hanya berharap semoga aku dipertemukan dengan Lea di sebuah taman saat pertama kali kita bertemu.

Bersambung...

Senin, 01 September 2014

Paseduluran (Persaudaraan)

secara tinggi dalamnya lautan jauh lebih rendah daripada tingginya langit,
secara cahaya puncak malam lebih tak mempunyainya daripada terik siang,
secara luas sumurku tak ada apa-apanya dibandingkan membentangnya samudera,
sejak kapan itu menjadi ukuran?

yang tampak mata tak selalu bisa diraih,
yang tersembunyi di belakang kepala malah mudah untuk dipilih
yang bersuara keras kadang menggetarkan jiwa,
tapi justru yang lirih yang mampu menusuk sukma
mulut bersuara mampu mengatakan ribuan kata,
tapi justru diam yang mengandung sejuta makna
sejak kapan itu jadi perbandingan?

aku tak lebih tak kurang dari kamu
kamu tak lebih tak kurang dari dia
dan dia tak lebih tak kurang dari kita
sejak kapan lebih dan kurang menjadi perbincangan?

ke-Tanpa-an yang menumbuhkan ke-Ada-an
seperti kelebihan yang menumbuhkan kekurangan
tepi menumbuhkan batasan
seperti waktu yang melahirkan ruangan

dan aku adalah aku
kamu adalah kamu
aku adalah kamu, dan kamu adalah aku
maka hanyalah ada kita.

ketika ke-tanpa-an ada untuk disyukuri
ketika batasan tak berarti tepi
ketika lahir sebuah kebersamaan

maka...
Paseduluran ini adalah tanpa tepi.

-Sabrang Mowo Damar Panuluh- Noe Letto

Rabu, 20 Agustus 2014

Bertambahnya Usia



Ribuan detik kuhabisi
Jalanan lengang kutentang
Oh, gelapnya, tiada yang buka
Adakah dunia mengerti?
Miliaran panah jarak kita
Tak jua tumbuh sayapku
Satu-satunya cara yang ada
Gelombang tuk ku bicara
Tahanlah, wahai
WaktuAda "Selamat ulang tahun"
Yang harus tiba tepat waktunya
Untuk dia yang terjaga menantiku
Tengah malamnya lewat sudah
Tiada kejutan tersisa
Aku terlunta, tanpa sarana
Saluran tuk ku bicara
Jangan berjalan, Waktu Ada "Selamat ulang tahun"
Yang harus tiba tepat waktunya
Semoga dia masih ada menantiku
Mundurlah, wahai WaktuAda "Selamat ulang tahun"
Yang tertahan tuk kuucapkan yang harusnya tiba tepat waktunya
Dan rasa cinta yang s'lalu membara
Untuk dia yang terjaga
Menantiku....
(Selamat Ulang Tahun: Dee)

            Di Tahun 2014 yang bagiku biasa-biasa saja kini sekarang aku anggap luar biasa. Aku baru sadar usiaku sekarang sudah menginjak angka dua puluh empat tahun. Ini bukan persoalan umur, namun persoalan apa yang sudah aku perbuat untuk diriku dan orang-orang di sekitarku. Memberikan yang terbaik bagi orang-orang yang sangat aku sayangi. Umur bukan segalanya, ia hanyalah simbol di mana kehidupan selalu berputar dan berjalan seiringnya waktu. Menelan berbagai banyak rasa dan asa. Merasakan pahit, manis serta lika-liku jalan yang ditempuh.
            Aku mulai belajar dari semua kegagalan, mengalami masa ketertinggalan yang begitu sangat jauh, berjejal dengan ilmu pengetahuan yang tidak begitu kumengerti. Namun dalam nilai kehidupan, mereka mengajarkanku menjadi sosok orang lain. Kadang memahami diri sendiri pun sulit apalagi memahami orang lain. Ada yang memang benar-benar membuat dirinya sendiri menjadi rumit, ada pula yang mengetahui itu rumit namun menganggap “ ah sudahlah” dan itu membuatku berpikir untuk kedua kali meneruskan perjalananku.
            Bagaimanapun ‘sederhana itu indah’ dan keindahan tidak bisa tertandingi dengan apapun. Tak ada lilin, tak ada kue, tak ada terompet. Aku memang tidak menyukai hal semacam itu. hanya saja aku dibawa ke suatu tempat yang selalu kurindukan. Dari dulu aku menyukai hujan, pantai, dan senja. Aku merasa sangat bahagia ketika berjumpa dengan ketiganya itu. bertemu dengan salah satunya pun aku sudah bahagia. Untuk menyukai sesuatu hal dan tidak membutuhkan alasan. Aku juga tidak pandai mengutarakan alasan-alasan yang sehingga dapat dimengerti orang.
Terimakasihku kepadaMu atas semua kebahagiaan ini. Engkau memang Maha Segalanya. Semoga aku tidak akan pernah lelah dan letih bersujud kepadaMu, dan Engkau sandaran hatiku.
            Terimakasih untuk kalian, sahabatku karena sudah menyempatkan waktunya untuk mendoakanku, semoga Allah membalas kebaikan-kebaikanmu. Terimakasih lagi sudah membawaku ke tempat yang aku sukai dan menertawakanku di saat aku tengah bingung. Sesungguhnya aku sayang kalian. Dan terimakasih untuk kawan-kawanku yang baru, sudah berhasil menguras isi dompetku. Sesungguhnya membuat orang senang itu berpahala dua kali lipat bukan. Hehe.
            Tak ada yang lebih bahagia, semoga apa yang aku inginkan bisa terkabul dan bisa bermanfaat bagi orang lain. Amien...
(Djogja, 7 Agustus 2014)